Laos - Vientiane
Sabaidee ..... yang artinya halo,
itulah kalimat pertama yang diucapkan oleh staff bandara ketika sampai di
terminal kedatangan Wattay International Airport, Vientiane. Laos.
Akhirnya, kesampaian juga saya
berkunjung ke negeri Laos, negara terakhir dalam kawasan ASEAN yang belum
sempat saya kunjungi, dan perjalanan ke Laos sekaligus meng-khatam-kan trip
keliling saya ke semua negara ASEAN yang sepuluh negara.
Perjalanan ke Laos ini memang
singkat, hanya total 3 hari 2 malam saja yang melingkupi dua kota di negara
tersebut, Vientiane sebagai ibukotanya dan Luang Prabang, kota yang mendapat
pengakuan dari UNESCO Heritage sebagai kawasan yang dilindungi oleh dunia.
Hanya sesingkat itu? Ya benar,
karena setelah membaca beberapa cerita para traveller yang sudah pernah kesana,
mempertimbangkan lokasi2 yang direkomendasikan dari berbagai website, akhirnya saya
memilih masing2 one day trip di Vientiane dan Luang Prabang. Tetapi jika ingin
lebih menikmati perjalanan di sana, saya rekomendasikan untuk mengambil waktu
lebih lama.
Begini kira2 ceritanya :
Untuk bisa ke Laos, bisa dengan
penerbangan atau perjalanan dari beberapa tempat, bisa langsung dari Jakarta
dengan beberapakali transit, atau yang dari Bangkok bisa melakukan perjalanan
darat dengan bus atau kereta api untuk masuk ke Laos.
Karena pertimbangan waktu dan
budget yang terbatas, saya memilih jalur penerbangan dng biaya lebih murah dan
waktu lebih sedikit, yaitu dengan transit dengan cara dari Jakarta ke Kuala
Lumpur ambil penerbangan sore atau malam sehingga sampai KLIA airport sudah
malam, lalu dari KLIA airport ambil penerbangan pagi ke Vientiane dengan
AirAsia, karena memang penerbangan ke Vientiane dari KL hanya ada satu kali
penerbangan dengan AA dan itu adanya di pagi hari, dan sayangnya tidak setiap
hari ada penerbangan dari KL ke Vientiane.
Singkat cerita, saya mengambil
penerbangan sore dari Jakarta ke KL, menggunakan penerbangan KLM, dari Jakarta
penerbangan jam 18:35, tiba di KLIA sekitar pukul 21:30, karena turunnya di
KLIA, sementara Airasia ada di KLIA 2, setelah proses imigrasi selesai saya
segera menuju ke KLIA 2 dengan menggunakan keret KLIA Transit dengan tiket
seharga 2 RM, perjalanan sekitar 10 menit.
Saya sengaja mengambil penerbangan
yang tiba di KLIA malam hari, karena memang tidak ingin berlama-lama di
Malayisa, hanya transit saja, dan karena penerbangannya esok pagi, saya
bermalam di Airport, seperti traveller lainnya yang juga ingin menunggu
penerbangan esok harinya, masing2 mencari tempat beristirahat, ada yang di
restoran fast food atau musholla atau kursi2 panjang di airport atau sekedar
men-charge gadget mereka sambil menikmati kencangnya internet wifi airport.
Waktu itu saya dapat tempat di salah satu musholla airport yang lokasinya agak
nyempil, sehingga nyaman untuk istirahat, tentunya harus tetap menjaga
ketertiban dan memberi ruang untuk mereka yang ingin menunaikan ibadah. Tenang
aja, kita nggak sendirian kok, gak usah sungkan.
Esok paginya, segera saya menuju ke
tempat self check in Airasia, setelah mendapat bukti check in, melalui proses
imigrasi, segera menuju gate yang sudah ditentukan, setelahnya saya shalat
subuh, sarapan kecil dan siap menunggu penerbangan.
Sekedar informasi, KLIA ini
mempunyai puluhan atau ratusan gate jika di total semuanya, jadi untuk
antisipasi waktu jangan sampai tertinggal pesawat, segera mungkin mencapai gate
yang dituju, karena begitu banyaknya penerbangan yang bersamaan pada satu
waktu, tentunya kita harus antisipasi antrian di imigrasi dan antrian di
pengecekan barang bawaan, usahakan jangan sampai terburu-buru atau membawa
barang yang dilarang, karena akan merepotkan kita juga nantinya di proses
pengecekan tas cabin.
Dan akhirnya pesawat pun terbang
tepat waktu, perjalanan selama 2 jam 45 menit, sampai di Wattay International
Airport Vientiane sekitar pukul 09:10 pagi, waktu di Laos sama dengan waktu di
Indonesia Bagian Barat.
Airportnya kecil, hanya ada sekitar
4 gate dan itu tidak semuanya terisi, melihat rencana perluasan airport juga
ternyata hanya menambah gate menjadi sekitar 5-6 gate saja. Munkin sebesar
Sultan Hasanuddin Airport di Makassar, tapi ini lebih sederhana.
Setelah selesai proses imigrasi,
lalu kita akan langsung masuk ke ruangan pengambilan bagasi dan pintu keluar
yang semuanya berdekatan. Setelah itu saya menukarkan uang USD saya ke dalam
mata uang Laos, namanya Kip. Setelah saya hitung, nilai tukar Kip thd Rupiah
itu perbandingannya adalah kira2 Rp 1.- sama dengan 1,6 kip.
Keluar dari pintu airport berdasarkan
tulisan yang ada di blog2, kita akan di sambut oleh supir taxi atau tuk2 yang
akan membawa kita ke pusat kota, kita harus berani menawar harga tuktuk,
terutama jika kita sendirian, tapi kalau kita pergi dengan teman2 atau bila
kita tetap sendirian, coba aja gabung dengan beberapa traveller yang lain
sehingga menghemat ongkok tuktuk.
Kemarin karena saya pas masuk
imigrasi udah mules banget, saya terpaksa masuk ke toilet dulu dan setelah
selesai ternyata penumpang sudah sepi karena memang hanya ada satu penerbangan
pada saat itu dan saya tidak menemukan supir tuktuk, yang ada hanya supir2 taxi
yang menawarkan jasa ke pusat kota yang tentunya dengan rate mahal, saya cuek
aja pura2 jalan2 dan sedikit ke luar airport akhirya ketemu dengan supir
tuktuk, setelah negosiasi, saya hanya membayar 30.000 kip untuk perjalanan
selama 30 menit ke pusat kota, sebenarnya bisa lebih singkat, namun pake acara
supir tuk2nya nggak tahu arah penginapan yang saya tuju, tapi untungnya saya sudah
menyiapkan peta dan saya tunjukan ke supirnya, padahal sebelumnya dia merasa
yakin banget bakal nemuin itu penginapan.
Lokasi penginapan bersebelahan
dengan Mixay Temple dan terletak di jalan yang penuh dengan penginapan, jadi
bagi yang cari mau penginapan secara go show, banyak penginapan murah tersedia.
Saya udah booking penginapan di
Vientiane Backpacker Hostel, seharga USD 6 per malam, yang ada di jalan Rue
Nokeokoummane, sesuai dengan namanya hostel ini untuk para traveller dengan
budget terbatas, saya check in, dapet kamar paling atas dan d atas hanya ada saya
dan satu cewek lokal. Segera setelah menyimpan tas di bed yang sudah d
sediakan, beres2, bawa peralatan yang diperlukan secukupnya, saya turun ke
lobby hotel, menanyakan tiket bus malam itu yang ke Luang Prabang, saya pilih
keberangkatan bus paling malam dengan pertimbangan selama menunggu
keberangkatan saya bisa keliling kota Vientiane dulu, tiket bus seharga 180.000
kip berangkat jam 20:30 untuk perjalanan selama sekitar 6-7 jam, sampai Luang
Prabang sekitar subuh esok harinya.
Setelah confirm, saya menyewa
sepeda untuk jalan keliling kota Vientiane, karena berdasarkan penjelasan tidak
banyak spot wisata yang bisa dinikmati di kota Vientiane, namun tetap ada
beberapa lokasi yang layak untuk dikunjungi. Sewa sepeda 10.000 kip seharian.
Berdasarkan peta yang sudah saya
cetak sebelumnya dari Jakarta, mengikuti panduannya saya keliling dengan
sepeda, menyusuri jalan Rue Samsenthai, petunjuk jalannya tidak terlalu susah
dan mudah dipahami karena memang kota Vientiane ini sepi, tidak ramai dan tidak
ribet, namun panasnya juara deh.
Spot lokasi pertama yang saya
datangi adalah That Dam, sebuah temple yang berdiri tepat di persimpangan jalan
dan menjadi putaran kendaraan jika melintas di wilayah tersebut, templenya
kecil dan sudah berlumut, entah apakah temple ini berfungsi sebagai tempat
ibadah atau sekedar monument kota saja.
Setelah itu kita akan bertemu
dengan pertigaan jalan yang lebih besar, kita belok kiri dan akan bertemu
dengan jalan Ave Lane Xang, jalan dua arah yang lebar, lurus dan tidak terlalu
ramai kendaraan, tapi ini merupakan jalan utama di Kota Vientiane, terlihat
dari banyaknya bangunan2 bagus yang berdiri di sepanjang jalan, dari kejauhan
kita akan melihat Patuxai Monument.
Patuxai Monument atau Victory Gate
of Vientiane ini katanya mirip dengan Arc De Triomphe yang ada di Perancis.
Dibangun sejak tahun 1962 dan sekarang dijadikan tempat untuk penduduk
Vientiane bersantai, dimana di lantai paling atas kita bisa melihat pemandangan
kota Vientiane keseluruhan.
Di dalam bangunan ada pintu masuk
yang akan membawa kita naik ke atas, melewati anak tangga, kita akan menjumpai
toko2 penjual souvenir untuk oleh-oleh.
Pemandangan dari atas gedung
Patuxai.
Selesai dari sana, saya lanjut
bersepeda melewati Singha Road untuk menuju ke Pha That Luang Temple, sepanjang
jalan kita akan melewati salah satunya kedutaan besar Republik Indonesia untuk
Laos, jalan menuju ke Pha That Luang agak sedikit menanjak, lumayan buat yang
sepedaan, apalagi saat itu saya bersepeda disaat matahari lagi seneng2nya
nongol tanpa ada halangan awan sedikit pun, ampuh banget buat tanning kulit
plus keringetan, olahraga di siang hari yang baru kali ini saya lakukan dan itu
di negeri orang.
Pha That Luang ini rupanya
merupakan Temple yang besar, terletak dalam satu kompleks yang luas dan
sepertinya sering dijadikan tempat untuk acara besar keagamaan negara, karena
di sebelahnya terdapat area parkir yang sangat luas untuk parkir kendaraan yang
ingin ke temple.
Dan sepertinya memang demikian,
karena Temple ini menjadi icon negara Laos yang nampak di Bendera Nasional
mereka. Di sebelah temple juga ada beberapa bangunan yang entah temple juga
atau bukan, dan sedikit menyeberang kompleks bangunan, kita akan menemukan
patung Sleeping Budha.
Kalau dari pengamatan saya mengenai
bentuk/aristek dari temple2 ini sangat mirip dengan temple yang ada di Thailand
dan Myanmar, entah apakah karena mereka menganut agama yang sama atau memiliki
akar budaya yang sama, sehingga bangunan2 temple nya sangat mirip satu sama
lain, sehingga jika kita tidak paham, orang akan berfikir itu ada di Thailand.
Selesai dari lokasi Pha That Luang,
saya bersepeda balik ke arah hostel, tapi saya menyempatkan diri mampir ke
Talat Sao Shopping Mall, satu2nya mall yang ada di Vientiane, melihat-lihat
suasana di dalamnya, dan ke belakang mall yang dinamakan Morning Market, karena
bukanya hanya di pagi sampai sore hari, sementara malam hari ada pasar malam
atau Night Market yang dibuka di sepanjang sungai Mekong.
Hanya itu saja spot lokasi yang
sempat saya kunjungi dan yang menurut saya menarik untuk dikunjungi, namun
katanya ada beberapa tempat lagi seperti Firendship Bridge dan Budha Park, tapi
saya berfikir tempatnya biasa saja, selain itu juga lokasinya relatif lebih
jauh.
Balik ke penginapan, saya istirahat
di kamar, ada yang bikin keadaan ngeri2 gimana gitu, waktu di kamar, sambil
istirahat dan beberes sebentar, si cewek lokal tadi ternyata masih ada di kamar
juga, dengan sok2 ramah dia say hello ke saya dengan bahasa inggris yang susah
banget di pahami, saya juga karena nggak terlalu paham apa yang dia ucapkan
hanya bisa senyum aja terus cuek membereskan tas backpak, saya sempetkan tidur
sebentar karena memang belum sempat istirahat banyak dalam perjalanan ini, pas saya
bangun tuh cewek masih di kamar tidur dengan posisi telentang dan dengan
pakaian yang minim banget, ngeriiiiiiiiiiiiii .........
Karena kebetulan sebentar lagi
waktunya saya dijemput mobil yang akan membawa saya ke terminal bus, yasudah saya
buru2 mandi, dan sebelnya kamar mandinya di lantai bawah dan jorok banget,
sumpah, nggak rekomendasi banget ini penginapan meskipun buat backpacker
sekalipun, kamar mandinya ada 4 dan itu saluran airnya mampet semua sehingga
banyak genangan di dalam kamar mandi, kebayang deh bekas siapa aja yang mandi
disitu.
Segera setelah mandi, saya bawa tas
saya turun ke bawah, titip di lobby, saya bilang check out, daripada males di
kamar dengan suasana yang menyeramkan, mending saya di bawah aja di lobby.
Masih ada beberapa jam sebelum dijemput, saya sempetin mencari makan biar perut
gak kosong banget, karena belum makan dan belum ketemu makanan yang cocok.
Akhirnya setelah celingak celinguk disekitar penginapan, pilihan saya jatuh ke
masakan india, saya tidak terlalu suka rasa masakan india, namun karena itu
satu2nya rumah makan yang menyediakan masakan halal, yasudah saya makan di
sana.
Selesai makan, saya ke ujung jalan
untuk melihat suasana kesibukan menjelang Pasar Malam dibuka, nampak beberapa
tenda sudah terpasang dengan jualan barang kaki lima berjejer. Di belakang
pasar terdapat jalan raya yang besar yang sepertinya jalan itu ditutup untuk
aktivitas warga beraktivitas santai seperti olahraga atau sekedar jalan kaki.
Di seberang sungai adalah daratan
Thailand.
Di sebelahnya terbentang sungai
mekong yang lebar yang membelah dua bagian, ketika saya asyik menikati
pemandangan di sungai mekong, tiba2 seseorang memberi penjelasan ke saya kalau di
seberang sana adalah Negara Thailand persisnya di provinsi Nong Khai, dan saya
takjub, karena hanya di batasi oleh sejengkal sungai terdapat dua negara yang
berbeda. Dan ketika kembali ke penginapan dan googling sebentar baru saya
sadari ternyata sungai Mekong ini menjadi batas dari perbatasan dua negara dan
baru saya mengerti kenapa budaya dan bentuk bangunan di Vientiane ini sangat
mirip dengan yang ada di Thailand.
Tidak lama kemudian mobil penjemput
saya sudah datang, dan di dalam satu mobil ini semua yang akan ke Northern Bus
Terminal untuk melanjutkan perjalanan ke kota lainnya.
Perjalanan ke terminal bus lumayan
jauh rupanya, lebih jauh daripada ke Airport, sesampai disana kita di arahkan
ke loket bus ke kota tujuan yang sesuai, waktu saya disana, saya menuju loket
tiket untuk menukarkan tiket saya dengan tiket bus yang sebenarnya lengkap
dengan nomor kursi yang tercatat. Namun saat itu dijelaskan bahwa voucher tiket
saya tidak mencantumkan nomor kursi dan saya harus menunggu konfirmasi dari
penumpang yang lain, dengan siapa saya akan “tidur”di sebelah saya, karena
untuk diketahui saya memilih bus type sleeper bus, dimana semua penumpang tidak
duduk dalam sebuah kursi masing2, tapi di dalam bus terdapat semacam “ranjang” yang
mana satu ranjang akan diisi oleh dua orang. Dan dibagi menjadi dua tingkat/bagian,
ada yang kebagian tidur di bawah, ada yang diatas.
Petugas memastikan kalau setiap
penumpang duduk dengan jenis kelamin yang sama untuk kenyamanan, kecuali jika
kita memilih sendiri nomor bus bersebelahan dengan orang yang kita kenal
meskipun beda jenis kelamin, itu dibolehkan, tapi bagi yang tidak saling kenal
harus satu jenis kelamin.
Akhirnya setelah terkonfirmasi, saya
akhirnya mendapatkan tiket saya yang sudah ada nomor kursinya, seru juga yah
setelah melihat ke dalam bagaimana bentuk ranjangnya, pas2an kalau gak mau dibilang
sempit, fasilitasnya kita masing2 mendapatkan satu bantal dan satu selimut plus
air mineral botol, sepertinya sudah diatur posisinya, traveller yang rata2 bule
ditempatkan di bagian atas, termasuk saya yang termasuk traveller meskipun
kalau dilihat selintas sih wajah2 orang Indonesia gak jauh beda dengan penduduk
lokal. Sementara penduduk lokal ditempatkan di bagian bawah.
Dan akhirnya saya bersebelahan
dengan orang Vietnam, dan karena doi nggak bisa bahasa inggris, saya gak
perlu basa-basi dan bisa istirahat dengan nyaman, saya perhatikan kiri kanan saya
bule asyik dengan pasangannya masing2, ada yang sambil pelukan segala #sebel.
Dan akhirnya kami pun tertidur
lelap dalam perjalanan ......
Komentar
Posting Komentar