Melihat Swhe Dagon Pagoda di Yangon - Myanmar Trip
Perjalanan gue kali ini adalah
dalam rangka untuk melengkapi perjalanan ke seluruh negara anggota ASEAN, ada
dua negara yang belum pernah gue sambangi, Myanmar dan Laos, dan kali ini
negara yang berhasil gue kunjungi adalah Myanmar, sebenernya pengennya sih
sekaligus Myanmar dan Laos, biar lekas rampung, namun apa daya, tugas kantor
memanggil, dan itu bertabrakan dengan rencana perjalanan gue ke Laos, terpaksa
deh perjalanan ke Laos d batalkan dan gue hanya bisa mengukur jalan ke Myanmar
saja.
Dari semua cerita yg gue baca
tentang perjalanan di Myanmar, dengan jumlah waktu yang gue punya yang hanya 3
hari 2 malam, dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi, akhirnya gue
memutuskan untuk hanya menjelajah kota Yangon dan Bagan, kenapa hanya dua kota
itu, ya karena dua kota itu saja yang memungkinan gue kunjungi, selain Yangon
pastinya, Bagan gue pilih karena punya daya tarik yang lebih kuat bagi gue
daripada ke Mandalay atau Inle Lake.
Tadinya perjalanan gue ke Myanmar
dan Laos adalah tanggal 6 mei sd 12 mei, dengan masing2 negara dapat jatah 3
hari 2 malam, karena perjalanan ke Myanmar dan Laos itu harus lewat KL, dan
penerbangan ke Laos itu tidak setiap hari, jadinya gue juga buat jadwal one day
trip di KL, tapi dilalah, dalam perjalanan mempersiapkan jadwal perjalanan,
tetiba gue di panggil diklat dari kantor selama dua minggu, dan seperti yg gue
tulis d atas, tabrakan dengan jadwal perjalanan ke Laos yang d mulai dari tgl 9
Mei, secara diklat juga dimulai tanggal 9 Mei.
Perjalanan gue kali ini bareng
temen gue, Alhamdulillah temen gue mau d ajak jalan meskipun udah gue jelasin
kondisi negara tujuan trip kali ini gak senyaman kalo jalan di Singapura atau
Malaysia, jadilah kami berangkat berdua, gue sengaja emang gak ngajakin yang
lain, karena emang kebiasan gue kalo lagi jalan untuk wilayah yang baru,
biasanya gue gak mau ngajak orang lain, apalagi yang ribet, nanti urusan malah
tambah ribet.
Kamis malam, tanggal 5 mei, kami
terbang ke KL dengan Lion yang jam 9 malam, awalnya proses berjalan dengan baik
sampai di boarding room, satu jam sebelum terbang, tiba2 petugas Lion memberi
tahu bahwa penerbangan d tunda selama 1 jam karena menunggu pesawatnya dari
Djokdja, oke lah, dan tidak sampai satu jam kemudian petugas kasih tau lagi
kalo kami sudah bisa masuk ke pesawat, semua penumpang masuk ke dalam pesawat
dengan tertib dan rasa ngantuk karena memang sudah jam 10 malam, tunggu punya
tunggu, penumpang mulai bingung kok pesawat belum terbang juga, sementara
penumpang sudah hampir satu jam menunggu di dalam pesawat, ada beberapa
penumpang yang mulai panik, seorang bapak2 datang ke pramugari Lion dan komplen
dengan marah kenapa pesawat belum terbang juga, dan di jawab dengan santai oleh
pramugari katanya pesawat belum bisa terbang karena masih menunggu rombongan penumpang
transit yang belum datang, makin ngamuk aja tuh bapak, karena jadwal
penerbangan dia berikutnya ke Amsterdam sangat mepet dengan jadwal ketibaan
Lion di KL, sampe nunjuk2in tiketnya ke pramugari dan minta jaminan kalo gegara
Lion telat terbang dan dia juga ditinggal pesawat ke Amsterdam, dia menuntut
Lion untuk ganti rugi tiketnya, dan sang pramugari hanya bisa menjawab dengan
kata maaf, karena katanya ini adalah kebijakan dari management, untung aja gue
saat itu tidak ada penerbangan lanjutan sehingga tidak panik seperti bapak itu,
tapi gue juga deg2an jangan sampe pesawat gagal terbang karena udah kemaleman,
Alhamdulillah akhirnya Lion terbang juga ke KL, sampe KL yang seharusnya jam 12
malam waktu sono, molor jadi jam 2 dini hari. Lion delay? Udah biasaaaaaaaaa
..........
Malam itu kami bermalam di
airport, salah satu bagian dari aktifitas trip yang sudah lama nggak gue
lakukan, terpaksa menginap di airport karena penerbangan ke Yangon dari KL itu
jam 7 pagi, dan itu dari KLIA2, sementara tanpa gue tau, ternyata Lion skrg
take off dan landingnya kembali ke KLIA, jadi pas subuh gue naik KLIA transit
dari KLIA ke KLIA2 tempat mangkal seluruh penerbangan yang dilakukan oleh
Airasia. Setelah sekian lama, akhirnya gue naik Airasia lagi, secara semenjak
gue bertugas di Indonesia Timur, emang gak ada penerbangan pake Airasia,
kecuali ke Makasar.
Penerbangan ke Yangon, on time,
penerbangan selama 2,5 jam, tiba di Yangon jam 8:30 pagi, karena ternyata ada
perbedaan waktu antara Malaysia dan Myanmar dan sepertinya waktu Myanmar lebih
lambat daripada Malaysia.
Airport-nya simple, tapi gue suka
dengan sistem antrian di imigrasi dengan aturan barisan antrian yang menarik,
dengan meja petugas tidak terlalu tinggi sehingga calon pendatang yang akan
masuk atau keluar dari Myanmar bisa melihat aktiftas yang dilakukan petugas
imigrasi.
Kelar dari urusan imigrasi, kita
akan melewati prosedur pengecekan barang, simple dan gak ribet, suasana airport
yang terbuka, tidak terlalu luas, mirip airport kota macam Surabaya atau Bandung,
atau sebagai pembanding gak jauh beda dengan Ninoy Airport di Manila, tapi
menurut gue Yangon Airport lebih rapi. Segera gue nuker uang USD gue ke Kyats,
mata uang di Myanmar, waktu gue nuker, kurs 1 USD = 1.170 kyats utk pecahan 100
USD dan 1.160 kyats utk pecahan 50 USD, gue nuker 150 USD dan dapet sekitar
175.000 kyats, kalo di rupiahkan munkin sekitar Rp. 2.000.000,- dan menurut
budget gue, segitu udah lebih dari cukup untuk kebutuhan selama di Myanmar.
Begitu keluar dari pintu
kedatangan airport, para supir taxi sudah datang memanggil-manggil meminta untuk
menggunakan jasa mereka, gue samperin ke salah satu supir taxi, gue bilang mau
ke arah kota, Yangon Railway Station, di kasih harga 15.000 kyats, karena
menurut catatan gue d suruh nawar serendah-rendahnya, gue langsung pasang harga
5.000 kyats, dia langsung geleng2, gue tanya ke supir yang lain, mereka rata2
minta d naikin lagi harganya, akhirnya setelah berfikir, gue putuskan Cuma
8.000 kyats aja, karena kami berdua, jadi bisa shared biaya taxi, lalu gue
berdua dianterin ke supir taxi yang udah siap menunggu, rupanya mereka yang
pada ribut rebutan calon penumpang taxi itu adalah para calo, begitu mereka
dapat penumpang, langsung di oper ke supir taxi sesungguhnya.
Perjalanan dari Yangon airport ke
Yangon Railway Station itu ternyata lumayan jauh dan d tambah macet, jadi total
perjalanan sekitar 1,5 jam tiba di Setasiun Kereta Yangon, rupanya kota Yangon,
yang menurut gue sederhana banget untuk ukuran sebuah Ibukota Negara, punya
masalah kemacetan juga rupanya, gue perhatiin sebenere jalanan cukup lebar, gak
banyak aktifitas d sepanjang jalan, namun ternyata kendaraan cukup banyak d
jalan, entah pada mau kemana mereka. Kota Yangon menurut gue sederhana, tidak
banyak gedung tinggi yang nampak, bisa d hitung dengan jari jumlah bangunan
tinggi yang berlantai diatas 10 lantai, salah satunya Hotel Melia Yangon yang
lumayan megah dan seperti mercu suar di tengah kota Yangon.
Sementara Yangon Railway station
ini bangunan tua yang sebenarnya berarsitektur bagus, tapi sayang kurang
terawat, gue sempet masuk ke gerbang utama setasiun, suasananya gak jauh beda
dengan suasana setasiun kereta api yang ada d daerah di Indonesia.
Di seberang setasiun ada kios2
yang jual tiket bus ke berbagai tujuan di Myanmar, waktu gue mau nyeberang, gue
d sapa oleh orang sana yang ternyata supir taxi yang nawarin gue keliling
Yangon pake jasanya, tapi karena gue gak niat jalan2 pake taxi, gue tolak
dengan sopan, tapi sopir taxi ini baik banget, ngasih referensi bus yang ke
Bagan dengan tiket yang murah, awalnya gue was2 waktu d kasih gambar bus yg ke
Bagan, apalagi sempet baca blog orang yang karena hasil rayuan calo ternyata di
kasih bus yang jelek, namun dengan baca Bismillah, gue beli tiket bus ke Bagan
itu, harganya 14.000 kyats yg seat 2-2, kalo yang seat 2-1 harganya 18.500
kyats, jam berangkat jam 7 malam untuk perjalanan selama kurang lebih 9 jam, awalnya
gue mau beli yang seat 2-1 itu karena gambarnya lebih bagus, tapi gue gambling,
gue beli yang seat 2-2 dulu, nanti kalo gak cocok, pas balik dari Bagan ke
Yangon, gue beli yang seat 2-1. Selesai urusan beli tiket, si sopir kembali
nawarin jasa keliling pake taxi-nya, namun sekali lagi gue tolak dengan sopan, gue
bilang mau explore Yangon yang dekat2 saja dengan berjalan kaki, dan dia nggak
marah, moga2 tuh sopir rejekinya makin baik, Alhamdulillah.
Dari setasiun, langkah pertama
gue adalah mencari penginapan gue yang ada di sekitar Sule Pagoda, jaraknya
sekitar 1,5 KM, tapi kalo d rasain jalan kaki, nggak terlalu jauh juga sih,
sepanjang jalan sambil menikmati suasana kota Yangon yang hari itu panas
banget, sampe basah baju gue, mana belum mandi pulak sejak terbang dari Jakarta
sore hari sebelumnya, tapi ya cuek aja lah, namanya juga jalan2.
Sepanjang jalan banyak gue temui
para lelaki menggunakan sarung dalam kesehariannya, entah itu pakaian santai
atau pakaian kerja, jadi atasannya kemeja, bawahannya sarung yang khas, longyi
namanya, kadang lucu juga sih kek orang main2, kerja rapi d atasnya tapi bawahnya
pake sarung dan sendal kulit, tapi ternyata memang itu pakaian nasional mereka
dan sudah menjadi kebiasaan mereka, meskipun banyak juga yang sudah menggunakan
celana panjang, tetapi yang pakai longyi juga nggak kalah banyak. Kalo yang
ceweknya hampir rata2 menggunakan tanaka untuk riasan mukanya, tanaka ini
semacam bedak yang terbuat dari beras dan berfungsi untuk memberi rasa dingin
di muka, cocok buat udara Yangon yang panas, tapi yang cowok gue liat juga
banyak yang pake tanaka. Kek-nya jualan kosmetik di Myanmar nggak laku deh.
Dari jauh udah keliatan tuh Sule
Pagoda, karena lokasinya tepat berada di bunderan, di sekelilingnya terdapat
Yangon City Hall, beberapa gedung tua dan ada Maha Bandola Garden yang ada
tiang di tengahnya, jam masih menunjukan pukul 10 pagi, tapi udara panas udah
menyengat banget, d tambah kendaraan yang macet d jalan, makin tambah panas
aja, gak jauh dari situ, akhirnya gue nemuin juga tuh lokasi penginapan, berada
di deretan ruko2 yang menjual aneka macam barang kebutuhan, gue sempet keder
juga karena gak ada tuh tanda2 d situ ada penginapan, akhirnya gue nanya ke
orang situ, untungnya penomoran rumah di jalan itu bener dan jelas, gue d
tunjukin ke sebuah bangunan ruko yang untuk masuk ke penginapannya melewati
tangga yang berada persis d sebelah ruko, dan orang gak berfikir kalau tangga
itu ternyata jalan menuju penginapan, pasti berfikirnya itu tangga milik rumah
mereka yang ada d lantai dua, dan juga gak ada tulisan penginapan dalam bahasa
inggris, semuanya dalam aksara Myanmar yang mirip dengan aksara negara2
indochina atau aksara Jawa.
Penginapan
itu diantara bangunan tua ini
Segera gue masuk ke dalam
penginapan, ditemui oleh seorang bapak tua dan anak kecil, dengan ramah
menyambut kami, bapaknya oke bahasa inggrisnya, mereka memberi welcome drink
berupa jus jeruk dan kasih kipas buat gue berdua yang kegerahan, karena
ternyata saat itu mati lampu, segera gue berdua d kasih kamar, dan kamarnya
sempit banget, untung aja gue gak sampe bermalam di Yangon, kalo sampe bermalam
munkin gak bakal bisa tidur deh karena sempitnya utk berdua, dan yang lucunya
lagi, pas gue masuk ke kamar mandi, itu kamar mandi nggak pake shower atau
keran, tapi air d tampung ke dalam bak
mandi yang besar yang cukup untuk mandi, lalu mandinya pake rantang yang
berfungsi sebagai gayung hehehehe, kebayang deh kamar mandi gue jaman duluuuuu
banget yang masih pake bak mandi, atau inget kamar mandi waktu gue ngetrip ke
daerah di Indonesia yang masih pake bak mandi untuk menampung air.
Selesai naruh tas, mandi biar
seger dan ganti pakaian yang udah bau dan basah, gue mulai deh perjalanan hari
itu, karena gue hanya punya sisa waktu sekitar 6 jam di Yangon, belum d tambah
waktu untuk perjalanan dari pusat kota ke terminal bus Aung Mingalar yang sama
jauhnya dengan ke airport, jadi gue harus skala prioritas tempat yang mau gua
datengin, pertama gue ke Swhe Dagon Pagoda yang menjadi icon kota Yangon, naik
taxi dari penginapan yang jalanannya macet banget d siang hari itu, bayar 2.500
kyats, pagoda ini besar banget dengan bentuknya yang khas, untuk masuk ke
tengah ruangan pagoda, kita naik lift ke atas, karena letaknya ada d lantai 3,
masuk ke sana turis kena bayar tiket masuk 8.000 kyats, dan aturan untuk
memasuki semua pagoda di Myanmar, harus melepas alas kaki termasuk kaus kaki
dan gak boleh pake celana pendek atau kaos u can see, di dekat pintu masuk kita
akan d sambut dengan “welcome drink”oleh penduduk setempat dengan memberi
kesempatan kepada kita untuk minu jus jeru sepuasnya, setelah puas minum,
naiklah gue ke atas pake lift.
petugas loket tiket masuk
tiket masuk dam lift untuk naik ke atas
Sesampai di atas, nampak lah
pagoda Swhe Dagon yang besar itu, warnanya emas berkilauan, nggak tau deh
lapisan itu emas betulan atau nggak, tapi seluruh body pagoda berwarna emas,
ketika gue coba berjalan-jalan di lantainya, sumpahhhhh, panas banget tuh
lantai yang dari keramik, sampe melepuh telapak kaki gue karena kepanasan, gue
fikir sinar matahari yang terik nggak berpengaruh ke lantai pagoda, karena gue
berfikir lantai pagoda dilapisi keramik yang tahan panas untuk d injak, tapi
ternyata tidak, gue jadi inget dan ngebayangin, waktu di Masjidil Haram di
Mekkah, meskipun cuaca sangat terik, namun lantainya tetap dingin dan nyaman
banget, sehingga tidak mengganggu aktifitas ibadah jamaah yang hendak melakukan
thawaf atau shalat di depan Ka’bah, ahhhh maaf jadi membanding-bandingkan,
mudah2an lantai di Pagoda yang indah ini suatu saat bisa dilapisi dengan
material yang tahan panas, sehingga orang yang hendak berdoa tidak merasa
terganggu dengan cuaca panas dan dapat berdoa dengan khusyuk, tidak sepert
kemarin orang2 yang datang terpaksa berteduh dan berkerumun di tempat tertutup
untuk menghindari sengatan panas.
Selesai “thawaf”di Swhe Dagon,
gue lanjut ke Pasar Bogyoke yang lokasinya nggak jauh dari penginapan, di sana
tadinya gue mau cari2 souvenir, tapi ternyata nggak nemu yang oke, yasudahlah,
hanya membeli kaos buat kenang2an aja kalo pernah sampai di Myanmar, sebenere
pengen beli longyi, namun nggak jadi, biasa aja sih, nggak khas, dari sana sempet
makan di satu2nya KFC yang ada di seluruh Myanmar, karena tadinya rencana mau
coba kuliner makanan di Yangon, tapi pas liat cara penyajiannya yang campur
aduk pake tangan, polusi udara dan cuaca yang terik, gue urungkan untuk kuliner
di Yangon.
Kenyang makan, sebelum balik ke
penginapan, gue sempetin muterin sekali lagi Sule Pagoda dan ternyata jalan
masih aja tetap macet dan panas, tercatat di salah satu billboard yang ada,
suhu udara mencapai 42 derajat celcius, pantesan panas banget. Langsung ke
penginapan, ambil tas, check out, dan cari taxi ke terminal bus Aung Mingalar,
setelah nego dapet deh 8.000 kyats, karena emang jauh dan macet, pas sampe
terminal itu terminal luas banget dan kita harus tau dimana lokasi bus kita,
semua tulisan kembali dengan aksara Myanmar, untung aja sopir taxi-nya baik
banget nganterin gue sampe ke tempat bus stop-nya, jadi gue nggak perlu
kepusingan cari lokasi bus-nya.
Selesai, Bus berangkat ke Bagan
tepat waktu jam 7 malam, ternyata bus-nya bagus banget, perjalanan 9 jam gak
terlalu berasa capek, AC-nya dingin banget, dan nggak bocor dan masing2
penumpang d kasih selimut tebal untuk mengusir rasa dingin selama perjalanan.
Di tengah perjalanan, sekitar jam 10 atau jam 11 malam, bus berhenti di tempat
perhentian, semacam rest area, semua penumpang diharuskan untuk turun,
masing-masing di kasih sikat gigi dan odol serta tissue basah untuk bersih2,
kita d kasih waktu selama sekitar 30 menit, untuk makan dan minum atau bersih2,
setelah itu bus kembali berjalan, gue nggak bisa menceritakan bagaimana
pemandangan d luar, karena perjalanan malam hari, gelap, gak bisa liat apa2.
Sekitar jam 4-5 pagi, bus sudah
tiba di kota Bagan ........ ( bersambung cerita di Bagan )
Komentar
Posting Komentar