Selain
wisata pantai dan lautnya yang masih asli, Halmahera Utara juga mempunyai
wisata alam yang lain, salah satunya air terjun yang lokasinya berada jauh di
dalam hutan.
Air
terjun Sapoli namanya, lokasinya berada di Desa Samuda, wilayah Galela, untuk
menuju kesana kita harus mengandalkan kekuatan fisik kita sendiri karena untuk
mencapai lokasi, kita harus melewati sungai, hutan, padang pasir dan hutan
belantara, yang kesemuanya memakan waktu sekitar 1,5 – 2 jam perjalanan yang
berjarak sekitar 5 KM dari jalan raya terdekat.
Galela
berjarak sekitar kurang lebih 28 KM dari Tobelo, untuk menuju lokasi air terjun
ini dari Tobelo kita bisa berkendara ke daerah Galela sekitar 30 menit,
melewati telaga Duma, lurus terus ke arah bandara Gamarmalamo Galela, belum
sampai bandara, di sebelah kiri kita perhatikan akan ada papan petunjuk lokasi
menuju Air Terjun Sapoli, dari sana kendaraan masih boleh masuk ke dalam sampai
sekitar 3 KM dengan kondisi jalan yang rusak, sempit dan bahkan ada beberapa
lokasi yang masih berupa tanah yang di padatkan, saat kunjungan d musim hujan,
ada bagian jalan yang masih berupa tanah menjadi semacam kubangan dengan
kondisi tanah berlumpur, sempat khawatir mobil akan terjebak di kubangan
tersebut, namun Alhamdulillah, kondisi roda kendaraan yang masih bagus akhirnya
bisa d lewati juga dengan aman, bagi yang belum pernah kesini kadang berfikir
bener nggak sih arah jalannya, arena memang bener2 hutan di kiri dan kanannya,
sempat juga kami salah mengambil jalan saat bertemu persimpangan, sempat
berjalan jauh sampai akhirnya kami menyadari kalau jalan yang kami ambil salah
dan memutuskan untuk memutar balik sampai ke titik persimpangan tadi lalu
mengambil jalan yang satunya dengan keyakinan 50:50 arah jalan menuju ke arah
air terjun. Untungnya dalam perjalanan kami bertemu dengan penduduk lokal yang
kebetulan akan menuju lokasi yang sama, Alhamdulillah, lega juga setelah
menyadari bahwa jalan yang kami lewati adalah benar.
Namun
ternyata hanya sampai disitu kami dapat melewati jalan dengan kendaraan, karena
tidak lama setelah itu kami seperti bertemu dengan jalan yang kondisi jalannya
rapuh jika dilewati kendaraan, dan ternyata memang tidak bisa dilewati oleh
kendaraan, namun untungnya di sebelah jalan tersebut terdapat sebuah ruang
terbuka yang cukup untuk parkir beberapa kendaraan, entah apakah emang lokasi
ini sengaja dibuka untuk parkir kendaraan atau memang sudah lama keadaannya
seperti itu. Dari situ mulailah petualangan jalan kaki menuju lokasi air
terjun. Pengalaman dua kali ke air terjun ini di dua waktu yang berbeda, dengan
pemandangan dan tantangan yang berbeda pula.
Jalan
yang rapuh yang tadi gue maksud itu kondisi jalannya menurun, dan berpasir,
pada kunjungan pertama, musim panas, kondisi jalan kering dan pasir mudah turun
karena memang rapuh, pada kunjungan yang kedua, musim hujan, kondisi jalan
sangat terlihat jalan tersebut tergerus oleh air yang mengalir turun ke bawah
bahkan d beberapa tempat, gerusan air nampak jauh ke dalam lapisan pasir d
bawahnya.
foto berikut pemandangan saat musim hujan
Tidak lama melewati jalan tersebut, kami dihadapkan tantangan untuk menyeberangi
sungai yang tidak terlalu lebar, namun arus air sungai cukup kencang juga
sehingga kita harus bisa menyeimbangkan diri kita agar tidak jatuh, pada musim
panas, kondisi arus air tidak sekencang saat kunjungan kedua di musim hujan,
arus air sedikit lebih kencang namun masih aman d lewati karena ketinggiann air
hanya sebatas sedikit di atas mata kaki, namun ada juga di beberapa titik
ketinggian air lebih tinggi lagi sehingga tetap harus berhati-hati.
Berhasil
melewati sungai, kini saatnya kita melintasi padang pasir, jangan d bayangkan
padang pasir seperti yang ada di gurun pasir, namun bisa lah d bilang padang
pasir karena memang sejauh mata memandang, lapisan pasir di seluruh wilayah ini
sangat tebal, berlapis-lapis, dan luas, bedanya dengan gurun pasir, pasir
disini berwarna hitam, ketika musim panas, sejauh mata memandang hanya nampak
hamparan pasir dan pohon atau ilalang yang hangus terbakar panas, cuaca sangat
panas terik sampai2 pasir yang kita injak sangat panas sekali, tidak nyaman, namun
saat musim hujan, ilalang dan pohon nampak rimbun dan tinggi serta pandangan
mata lebih sejuk karena nuansa hijau keseluruhan.
foto berikut pemandangan saat musim hujan
Sampai
di ujung padang pasir, perjalanan kembali menanjak dengan kontur tanah dominan
pasir yang rapuh untuk dilewati kendaraan berat, namun ketika kami berkunjung
kesana, banyak juga motor penduduk lokal yang nekat melewati padang pasir ini,
mereka seperti sudah terbiasa dengan tantangan ini sehingga bisa mengakali
keadaan dengan cara mereka, sekali dua kali nampak juga kami melihat motor yang
tidak kuat menanjak karena rodanya tenggelam ke dalam pasir.
Kini
kami memasuki fase perjalanan di dalam hutan, perjalanan d dalam hutan ini gue
bisa estimasi sekitar 50 menit sampai 1 jam dari total perjalanan yang di
tempuh, namun jalan2 setapak sudah terbentuk karena di dalam hutan nampak
rumah2 kebun milik penduduk lokal yang mempunyai perkebunan kelapa untuk d buat
kopra, ada juga beberapa persimpangan yang membingungkan mereka yang belum
pernah atau jarang kesini, karena memang petunjuk jalan hanya mengandalkan cat
warna biru yang nampak d beberapa batang pohon, dalam hutan ini apabila sedang
musim buah, sangat menguntungkan sekali buat pelintas karena kita bisa
mengambil buah2 yang jatuh, yang sudah matang dan siap makan, tanpa harus
merasa khawatir dianggap pencurian, dan seperti sudah di-maafkan dan di
bolehkan untuk d ambil buah yang jatuh, entah apakah hutan ini sudah milik
seseorang atau sebuah badan usaha atau tanah negara, tidak ada nampak tanda2
sedikitpun bahwa hutan ini sudah d miliki oleh seseorang atau badan tertentu.
foto berikut pemandangan saat musim hujan
Setelah
melewati hutan, tanda2 sudah mendekati air terjun akan kita ketahui saat
mendengar suara aliran sungai mengalir dan tidak lama kemudian ada semacam
pintu gerbang dimana pelintas diminta secara sukarela menyisihkan uang sebesar
Rp 5.000.- untuk “tiket” masuk, dari situ tidak lama kemudian terdengarlah
derus suara air jatuh yang keras, namun untuk bisa melihatnya kita harus
melewati anak tangga yang d buat seadanya, terjal dan munkin licin saat basah,
setelah itu barulah nampak keberadaan air terjun sapoli, terbayarlah sudah
perjuangan menemukan air terjun Sapoli ini.
Lokasi
air terjun ini ada d bawah, air yang turun dari atas akan jatuh ke sebuah
telaga kecil yang sangat menggoda untuk mereka yang datang untuk berendam d
airnya yang dingin dan menyegarkan. Saat datang pertama kali di musim panas,
kondisi kering sangat nampak terlihat, debit air tidak terlalu deras dan
genangan air disekitar telaga tidak seluas saat kunjungan kedua di musim hujan
yang debit airnya lebih deras dan airnya lebih segar serta genangan air lebih
luas masuk ke dataran yang lebih tinggi.
foto berikut saat musim hujan
Di
pinggir telaga ada semacam warung kecil yang menjual gorengan dan kopi, lumayan
buat mengganjal rasa lapar dan haus karena perjalanan yang menantang, namun
saat kunjungan kedua d musim hujan, dimana tumbuhan ilalang lebih rimbun dan
lebih tinggi, tidak nampak lagi warung itu, hanya ada sisa2 bangunan yang
sepertinya sudah d bongkar atau d tinggalkan, entah karena memang suasananya
sepi dan jauh dari lokasi keramaian, atau kondisi musim hujan yang membuat
orang enggan untuk berkunjung ke lokasi ini mengingat tantangan perjalanannya
yang melelahkan.
Selesai
dari sana, kami bergegas kembali ke Tobelo, dan mengingat kembali perjalanan
balik melewati jalan yang sama, terasa sekali beratnya perjalanan, namun karena
d bawa santai entah kenapa perjalanan balik ke parkir kendaraan terasa lebih
singkat dari saat perjalanan akan menuju air terjun.
Begitulah
kira2 perjalanan menemukan air terjun Sapoli, kondisi alam yang masih asli, air
terjun yang masih asli, jauh dari kesan komersial, sangat menyenangkan sekali,
dan ini benar2 seperti kembali ke suasana alam yang benar2 segar.
Oww... Udah ada edisi kedua
BalasHapusUdah :-)
HapusAir Terjun Menarik di Indonesia
BalasHapusthank you :-)
Hapus