Pulau Morotai - Pulau Sejarah Perang Dunia II
Gue tau tentang Morotai itu
sayup2 sampai, yang gue inget ketika pelajaran sejarah waktu SMP, lupa deh mata
pelajaran apa, tapi yang jelas sekarang ketika gue ternyata ditugaskan oleh
kantor di Pulau Halmahera, itu deket banget dengan Pulau Morotai, gue baca2 di
internet ternyata pulau ini kaya akan sejarah.
Berbekal akan informasi tersebut,
akhirnya gue mencari dan menunggu kesempatan untuk bisa sampai di pulau ini,
dan Alhamdulillah akhirnya gue bisa menjejakkan kaki di Morotai.
Karena saat gue menulis ini gue
sedang bertugas di Tobelo, Halmahera Utara, sebelahan dengan Pulau Morotai,
jadi informasi transportasi yang gue kasih tau adalah Transportasi dari Tobelo
ke Morotai. Ada dua jenis penyeberangan ke Morotai dari Tobelo, tentunya
keduanya melalui laut, yaitu penyeberangan dengan Ferry dari pelabuhan Gorua
yang berangkat 3x dalam seminggu, atau dengan menggunakan speedboat yang setiap
hari melakukan penyeberangan dari perlabuhan speed Tobelo. Tiket Ferry jauh
lebih murah daripada speedboat, sekitar 25% dari harga tiket speedboat, namun
waktu tempuh dengan speedboat itu bisa hemat setengan perjalanan waktu tempuh
menggunakan ferry ke Morotai. Kembali ke keberanian masing2, jika berani
menggunakan speedboat melawan goncangan laut, atau menggunakan ferry yang lebih
santai, namun sangat santai menurut gue karena lamanya waktu tempuh. Terserah
mau pakai yang mana.
Karena pertimbangan waktu, gue
ambil penyeberangan dengan speedboat, berangkat jam 8 pagi, dan Alhamdulillah
tiba di pelabuhan Daruba, Morotai sekitar 1,5 jam kemudian dengan selamat.
Untuk penyeberangan kembali ke Tobelo, gue juga menggunakan speedboat, tiket
sekali berangkat dengan speedboad adalah Rp 105.000.- udah termasuk asuransi.
tiket speedboat Tobelo - Morotai
Untuk menuju Morotai dari
Jakarta, dapat ditempuh dengan cara ambil penerbangan dari Jakarta tujuan
Ternate, setelah di Ternate, ada dua cara menuju ke Morotai, pertama, naik
kapal besar dari Pelabuhan Ternate ke Pelabuhan Daruba di Morotai yang
mengambil waktu tembuh sekitar hampir 10-12 jam, atau dari Ternate naik speed/ferry
sekitar 1-1,5 jam sampai di Sofifi, Halmahera, dari Sofifi jalan darat
menggunakan mobil sekitar 4 jam sampai di Tobelo, dari Tobelo menyeberang
menggunakan ferry/speedboat ke Morotai.
Sebelum sampai Morotai, gue dapet
info tambahan dari temen2 tentang situasi disana, bagaimana disana dan mau
kemana aja d sana, karena masih buta tentang keadaan d sana, dengan niat banget
pengen kesana dan berbekal kontak person dari seorang teman, gue disuruh
menghubungi seseorang bila ingin eksplorasi Morotai, dan akhirnya gue tetapkan
rencana sabtu minggu mau eskplore Morotai, jumat sore gue coba telpon Pak
Muhlis Eso, orang yang direkomendasikan temen, setelah mengutarakan keinginan
gue mau jalan2 di Morotai, Pak Muhlis menyanggupi untuk menemani gue ketika di
Morotai.
Besok paginya, jam 8 gue udah
stand by di Pelabuhan speed Tobelo mau ke Morotai, waktu gue pesen tiket udah
ada 7 orang yang mau ke Morotai juga, gue tanya sama ibu petugas piket, harus
berapa orang bisa berangkat dalam satu speed, ibu itu bilang minimal 18 orang
dan skrg baru 8 orang termasuk gue, wah bisa lama nih nunggu penumpang yang
lain, karena pagi banget, sambil gue ngemil sarapan biar gak mabok laut, ada
supir boat yang nanyain apakah gue mau ke Morotai, dan gue mengiyakan, dia
nyuruh gue segera naik ke speedboat gak usah nunggu yang lain, gue bingung, gue
tanya kan blm penuh, dia bilang gak apa2, dan gue pastiin gak perlu bayar lagi,
karena ternyata “terpilih”3 orang doank yang segera naik boat ke Morotai,
bayangin aja, speed boat kapasitas 20 orang hanya diisi 3 orang, gue tanya ke
dua penumpang yang lain apakah d suruh naik juga, dan mereka mengiyakan, gue
tanya apakah kita harus bayar tiket lebih, mereka bilang nggak tau, yaudadeh
gue pasrah aja kalo d minta bayaran lebih, ngeri2 juga sih, naik speed di
tengah laut hanya isi 5 orang doank, tapi gue nikmati aja itu perjalanan VIP,
sampe gue bisa tiduran selonjoran di bangku speed saking leganya, Alhamdulillah
perjalanan lancar tanpa hambatan dan ternyata gue dan dua orang lainnya nggak
perlu bayar lagi untuk onkos speed, Alhamdullilah.
pelabuhan speed Tobelo
Setiba di Pelabuhan Daruba,
Morotai, gue segera menghubungi Pak Muhlis Eso dan ternyata beliau sudah
menunggu kedatangan gue. Eh ntar dulu, gue cerita dikit yah, pelabuhan speed
Daruba ini keren banget, kek dermaga yacht, atau kapal2 pesiar pribadi, dengan
jalur2 deck yang modern, pas malam juga keren banget buat jalan2 d situ, emang
keren deh, kalo Tobelo gak keren dermaga speednya.
dermaga Pelabuhan Laut Daruba, Morotai
Setelah ngobrol2 bentar, gue
diperkenalkan juga dengan anggota tim-nya Pak Muhlis, gue mengutarakan keinginan
gue untuk mengenal lebih banyak tentang Morotai, gue ceritain pengen ke Pulau
Dodola yang katanya bagus banget, Pantai Mc Arthur dsb dsb, karena menurut
informasi tidak ada speed reguler ke dodola, harus carter, ongkos carternya
mahal aja buat gue yang jalan sendirian, dan gue bilang sama Pak Muhlis kalau
gue jalan sendirian, gue minta diskon ongkos carter speed ke dodola, dan
Alhamdulillah berkat bantuan Pak Muhlis gue dibantuin dicariin speed ke dodola
dengan ongkos carter yang murah (buat gue). Tentang siapa Pak Muhlis Eso nanti d akhir
tulisan gue bahas sedikit.
Dan berangkatlah gue ke Pulau
Dodola .....
Perjalanan dari Pelabuhan Daruba
Morotai ke Pulau Dodola, menempuh waktu sekitar 15-20 menit, deket, didampingi
dengan anggota tim Pak Muhlis Eso, yaitu Pak Muhlis Aramin, sebelum sampe ke
Dodola, gue mampir dulu ke Pulau Zum-zum, pulau yang katanya tempat Jenderal
Perang Mc Arthur menyusun strategi perang melawan pasukan Jepang. Pulaunya gak
terlalu besar, di pulau itu juga menjadi tempat Mc Arthur bersantai, karena
memang pantainya bagus banget dengan pasir putih yang lembut dan bersih.
pulau Zum-Zum Douglas Mc Arthur
Gak lama dari situ, gue lanjut ke
Pulau Dodola, pulau dodola ini ketika malam hari atau saat air pasang, akan
terpisah menjadi dua, dodola besar dan dodola kecil, namun saat siang hari atau
saat air laut sedang surut, akan menjadi pemandangan yang indah menakjubkan,
dua pulau dodola seperti terhubung menjadi satu, karena diantara dua pulau
tersebut terbentang gugusan pasir putih yang lembut dan bersih, pantai d
sekeliling pulau-nya pun landai, sehingga kita bisa berendam atau berjalan2 di
pantai tersebut sampai sedikit menjauh dari pulau, dan bahkan kita bisa
snorkeling karena airnya yang jernih. Di pulau dodola besar tersedia semacam
rumah panggung bila ingin beristirahat, namun sayangnya kurang perawatan atau
munkin karena tidak ada yg bermalam d sana sehingga perawatannya kurang
diperhatikan, disekitar pulau dibuatkan semacam tenda2 tempat orang2 ingin
sekedar duduk atau bilang malas bisa langsung duduk2 d hamparan pasir putihnya
yang bersih. Angin sejuk sepoi2 siang itu menambah rasa malas semakin malas
beranjak, jika tidak teringat dengan jadwal perjalanan yang padat, ingin
rasanya berlama-lama di pulau tersebut, next pasti gue akan mampir lagi kesana
untuk waktu yang lebih lama bersantainya.
Pulau Dodola dari kejauhan
Pulau Dodola kecil dilihat dari Dodola Besar
speedboat yang mengantar dari Morotai ke Pulau Dodola
Pulau Dodola inilah yang menjadi
icon Pariwisata Pulau Morotai, karena keindahannya tersebut.
Kembali ke Morotai, gue segera
mencari penginapan untuk bermalam satu malam saja, ada beberapa penginapan yang
tersebar d sekitar pusat kota Morotai, ada Dáloha Resort bila ingin merasakan
bermalam dalam suasana resort, ada hotel ada juga penginapan semacam losmen
atau guesthouse, dan akhirnya gue memilih penginapan Singgah Dulu d depan
gerbang Pelabuhan Laut Daruba, munkin bisa dikatakan guesthouse atau losmen,
karena hanya menyediakan kamar saja, kebetulan gue ambil kamar yang ber-AC dan
kamar mandi di dalam, seharga Rp 170.000.- oke lah buat sekedar beristirahat
satu malam, kalau mau lebih dari satu malam kek-nya mending ke tempat lain,
karena saat malam hari, sebelah penginapan itu rupanya tempat main billiard dan
sebelahnya lagi seperti pub yang menyetel musik dengan dentuman keras sampai
dini hari, jika terbiasa dengan suasana bising begitu, gak masalah, tapi jika
sangat terganggu mending cari penginapan lain yang lebih sunyi.
Setelah beristirahat sebentar,
gue janjian dengan Pak Muhlis untuk jalan bareng lagi jam 3 sore, dan jalan2
kami kali ini, gue d ajak ke Tugu Peringatan Tentara Jepang terakhir yang masih
nampak di Morotai, namanya Teruo Nakamura, gue ceritain dikit yah, Nakamura ini
dulunya adalah asli Taiwan yang terpilih menjadi tentara sukarelawan khusus jepang
dan ikut dalam pertempuran Jepang menguasai Asia, dia ikut serta dalam
menguasai Morotai, sampai pada suatu saat tentara sekutu sekitar September 1945
berhasil mengalahkan Jepang dalam perang, namun Nakamura tidak menyerah begitu
saja, dia bersama 4 tentara Jepang lainnya bersembunyi menolak untuk
menyerahkan diri, 4 orang tersebut satu per satu wafat, mereka bersembunyi d
dalam pedalamam hutan Morotai bertahun-tahun lamanya, dan ditemukan dengan
selamat pada tahun 1974, Nakamura dipulangkan ke Jepang, namun dia memilih
untuk kembali ke tanah leluhurnya di Taiwan sampai wafat pada tahun 1979,
pemerintah menghormati pengabdian Nakamura dalam bentuk membuat tugu
penghormatan Teruo Nakamura.
Pak Muhlis dalam ceritanya
menjelaskan, sebenarnya saat itu ada masyarakat yang tahu keberadaan Nakamura
dkk di dalam hutan, namun Nakamura memintanya untuk tidak memberitahu tentara
tentang dirinya, karena berfikir masih dalam suasana perang, dia hidup dari
berladang di sekitar tempat persembunyiannya, sementara untuk kebutuhan
lainnya, dia meminta penduduk asli yang dipercayainya untuk membantu mencarikan
kebutuhan hidupnya sampai pada akhirnya orang kepercayaannya tersebut wafat,
sebelum orang tersebut wafat, dia memberitahukan ke salahsatu temannya agar
membantu seorang tentara jepang yang bersembunyi di dalam hutan dengan catatan
tidak memberitahu pihak berwenang, namun, menurut penjelasan Pak Muhlis,
sepertinya orang yang dimintakan tolong tersebut malah mensalahtafsirkan
permintaan Nakamura, malah justru dilaporkan ke pihak berwajib tentang
keberadaan tentara Jepang d hutan, awalnya katanya pihak berwajib meragukan
ceritanya sampai pada akhirnya mereka percaya tentang keberadaan Nakamura
sampai akhirnya ditemukan dengan Selamat. Begitulah kira2 cerita tentang
Nakamura ini.
Lalu gue diajak ke salah satu
tank amfibi yang masih tersisa d daratan, yang teronggok tinggal rangkanya
saja, menurut penjelasan Pak Muhlis, amfibi ini dulunya masih utuh lengkap
dengan bagian atas dan rantai rodanya, namun oleh Herlina sang penerjun saat
pembebasan papua, rantai roda dan beberapa bagian lainnya dicopot lalu dilebur
menjadi tidak utuh lagi, entah untuk dijadikan apa, sesuatu yang d sayangkan
menurut Pak Muhlis.
Sepulang dari Tugu Teruo Nakamura,
Pak Muhlis nganterin gue ke Museum dan Tugu Peringatan Trikora, tugu ini
dibangun untuk mengenang perjuangan Trikora dalam pembebasan Irian Jaya dan
Maluku dari penjajahanan, yang dicetuskan oleh Ir. Soekarno saat itu, namun
sayangnya isi d dalam bangunan ini kosong, tidak nampak adanya barang2 sejarah yang
selayaknya disimpan dalam sebuah museum perjuangan, hanya ruangan kosong, kotor
dan berdebu, beberapa tempat malah sudah ada yg mulai mengelupas akibat
kualitas material bangunan yang kurang bagus. Dari kejauhan bangunan ini nampak
megah, namun ketika kita lihat lebih dekat lagi, akan tampak suasana muram
sebuah bangunan yang tidak terawat.
Selesai di Museum Trikora,
kemudian gue diajak ke Museum Perang Dunia II Morotai, yang perawatannya
disupervisi oleh Pak Muhlis, di dalam museum ini kita bisa liat diorama dalam
bentuk gambar dan tulisan bercerita tentang Morotai dari sejak pendudukan
Jepang, penguasaan Sekutu sampai cerita tokoh2 yang berperan penting dalam
Perang Dunia II di Morotai, secara lengkap dan detail semua diceritakan, selain
itu juga nampak beberapa senjata peninggalan perang, alat2 makan dan beberapa
perkakas lainnya semasa perang, namun sayangnya ada tangan2 jahat yang merusak,
yang mencuri benda2 berharga peninggalan perang, sangat disayangkan mereka yang
mencuri tidak menghargai sejarah, hanya karena sedikit uang saja mereka rela
mencuri menghilangkan benda sejarah tersebut.
Sore menjelang sunset, gue diajak
Pak Muhlis ke D’Aloha Resort, sebuah resort dengan pemandangan pantai yang luas
dan cocok untuk melihat sunset, disana gue dikenalin sama kelompok penyelam,
Dive Morotai, dikenalkan ke beberapa orang dan mereka menawarkan wisata diving, karena Morotai meruapakan surga bagi para diver, pemandangan bawah lautnya sangat beragam, menurut mereka, kita akan melihat banyaknya reruntuhan bangkai pesawat terbang, tank dan benda2 sisa perang dunia d samping keindangan batu karangnya juga, dan ketika gue bilang gue pengen banget diving tapi belum punya sertifikat,
mereka tidak mempermasalahkan yang penting punya kesenangan untuk diving dan
mereka berjanji akan mengajak gue tryscuba diving bila mau ke morotai lagi,
dalam hati gue berjanji pasti akan balik lagi ke morotai untuk diving
#asyikbanget.
Malamnya gue istirahat karena
sudah seharian keliling dan Pak Muhlis berjanji akan mengajak gue ke beberapa
tempat lainnya sblm gue nyeberang balik ke Tobelo.
Minggu pagi, jam 8 pagi gue udah
check out, Pak Muhlis mengajak gue pagi ini ke Air Kaca, sebuah situs mata air
yang katanya dipercaya menjadi tempat Jenderal Douglas Mc Arthur mandi2, tapi
waktu gue baca penjelasan tentang situs Air Kaca ini, tempat ini merupakan
tempat sumber air para tentara untuk keperluan sehari-hari selama perang dunia,
karena memang lokasinya relative tidak begitu jauh dari lokasi pangkalan
militer mereka dan landasan pesawat terbang.
Tempat ini berupa cekungan tanah
yang masuk ke dalam, d bawahnya terdapat genangan mata air yang jernih, Pak
Muhlis bilang ketinggian air mengikuti pasang surut air laut, karena memang
lokasinya tidak begitu jauh dari pantai, namun airnya tidak payau atau asin.
Pak Muhlis juga bilang d bawah mata air tersebut ada sebuah gua bawah tanah
yang jika dilalui akan sampai di gua jepang, entah bener atau nggak ceritanya.
Selepas darisana, gue diajak
tantangan melewati kawasan terlarang, melewati landasan pesawat terbang yang
pernah digunakan saat Perang Dunia II dulu, kawasan ini sebenenya terlarang
untuk dilewati, namun Pak Muhlis karena merasa sudah sangat terkenal, dia
berani aja ngajakin gue melewati landasan demi landasan pesawat terbang tersebut.
Dia nunjukin satu per satu landasan tersebut, sebagian besar sudah tertutup
ilalang karena memang tidak pernah d gunakan, kecuali yang tengah yang masih d
fungsikan.
Jadi pada saat Perang Dunia II
dulu, pihak Jepang dan Sekutu masing2 membangun pangkalan militer dan landasan
pesawat terbang masing2, total ada sekitar 7 landasan pesawat terbang pernah d
buat disini, dan semua berjejer bersisian satu sama lain, pada masa-nya semua
landasan tersebut bisa menampung sekitar 3000 pesawat tempur pada satu waktu,
bisa di bayangkan betapa luas dan lebarnya landasan pesawat terbang tersebut.
Dari semua landasan yang ada, ada
satu landasan di tengah yang sengaja masih difungsikan penggunaannya oleh
Pemerintah RI, yang digunakan sebagai Kawasan TNI Angkatan Udara dan Bandara
Leo Wattimena untuk keperluan pendaratan militer dan komersil. Panjang landasan
yang ada saat itu masing2 sekitar 2,8-3 km panjangnya, cukup untuk didarati
oleh pesawat berbadan lebar, seperti pesawat resmi kepresidenan pernah mendarat
disini, saat Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja baru-baru ini. sangat
panjang untuk ukuran sebuah pulau yang kecil.
Sebelum ke pelabuhan Daruba untuk
neyberang balik, Pak Muhlis ngajak gue mengunjungi Museum miliknya, yaitu
Museum Swadaya Perang Dunia II, museum ini berupa sebuah ruang kecil namun
penuh dengan barang2 bersejarah peninggalan perang, dinding2 ruangannya penuh
dengan foto2 selebritis yang pernah Pak Muhlis temui saat berkunjung ke
Morotai, pejabat atau berita tentang Perang Dunia II di Morotai, kondisinya
agak tidak terawat, disayangkan sekali, gue ngertiin sih maksud Pak Muhlis yang
sengaja membiarkan kondisi barang2 tersebut masih asli apa adanya, tetapi
alangkah baiknya bila d tata lebih rapi, dibersihkan dan ditempat di ruang yang
lebih baik lagi.
Pak Muhlis ini adalah pemerhati
akan sejarang Perang Dunia II, dia bersama team-nya sebanyak 5 orang membagi
tugas yang semuanya dalam rangka melestarikan semua bentuk sejarah Perang Dunia
II yang ada d Morotai, sengaja membagi sebuah ruang di rumahnya yang kecil
untuk menyimpan koleksi benda bersejarah tersebut, setiap kali ada kesempatan
berkaitan dengan Morotai, Pak Muhlis beserta team selalu ambil bagian, mereka
juga mengumpulkan benda2 sejarah yang mereka temukan di Morotai untuk disimpan dalam
Museum-nya dan diperkenalkan kepada setiap pengunjung, turis, traveller yang
datang ke Morotai. Semangat Putera Daerah yang patut di apresiasi.
Demikian perjalanan weekend gue
di Morotai, sangat berkesan dan gue berjanji dalam hati pasti akan kembali lagi
ke Morotai untuk menikmati pesona keindahannya.
Boleh minta kontak personnya bapak Muhlis nggak ya bang? Saya kepengen jalan ke Morotai. Ini lagi kumpulin informasi. Trimakasih sebelumnya.
BalasHapusmaaf, baru balas
Hapusboleh, Mbak Frisca
nomor kontak Bapak Muhlis Esso 082187756042
terima kasih sudah berkunjung di blog saya, semoga bermanfaat